Banner 468 x 60px

 

Sabtu, 18 Februari 2012

PILIH PEMIMPIN YANG PROFESIONAL, BUKAN SENIORITAS….

0 komentar

 A. Pemimpin yang Profesional

Sebelum Rasulullah wafat, beliau telah mengangkat Usamah Bin Zaid yang ketika itu berusia 17 tahun untuk memimpin pasukan Muslim menghadapi kaum kafir. Padahal dibela­kang Usamah berdiri sahabat-sahabat utama Rasulullah yang sudah malang melintang menemaninya berjuang menegakan agama Islam. Tapi amanat panglima perang Rasulullah berikan kepada seorang pemuda pemberani, Usamah.
 Ketika Rasulullah wafat dan Abu Bakar didaulat untuk menjadi Khalifah. Dalam suasana Umar  r.a mengajukan usul (dalam terjemahan bebas) “Ya Amiral Mu'mimin, Usamah ini masih terlalu muda untuk memimpin pasukan perang, dia belum banyak berpengalaman mem­bawahi pasukan sebanyak ini. Bagaimana kalo kita ganti saja Usamah ?” ujar Umar r.a. “Kuburan Rasullullah masih basah, apakah engkau sudah berani mencabut ketetapannya?” jawab Abu Bakar berang. Umar pun segera beristighfar, memohon ampunan kepada Allah SWT.
 Ketika pasukan mau berangkat menuju medan perang, Abu Bakar maju ke depan barisan menghampiri Usamah yang sudah siap berangkat. “Wahai Usamah, bolehkah aku meminta fulan, fulan tidak ikut berpe­rang bersama engkau. Saya membutuh­kannya untuk membantu
mengurusi umat di sini,” pinta Abu Bakar. “Jangan meminta begitu Amirul Mu'minin, engkau punya hak untuk memerintahkan orang-orang tersebut untuk tinggal bersamamu di sini,” jawab Usamah penuh hormat.
 Penggalan sirrah nabawiah ini sengaja saya sajikan sebagai pembuka dengan tujuan untuk menunjukan bahwa betapa sahabat Rasul yang utama memiliki jiwa profesionalitas yang tinggi, mengesam­pingkan senioritas yang sudah terbentuk sebelumnya. Profesional didefinisikan sebagai kemampuan menangani amanah, pekerjaan yang dibebankan kepada sesesorang dengan berlatar belakang ilmu dan kapasitas yang dimilikinya. Tanpa melihat usia atau lama dia bekerja pada sebuah perusahaan.
 Profesionalitas ini menjadi kata kunci bagi siapa pun atau masyarakat manapun yang ingin maju dan sejahtera. Tanpa sikap ini seorang Pemimpin atau masyarakat tidak akan memperoleh kemajuan berarti. Seorang Pemimpin yang dengan bangganya mengatakan : “Saya lebih senior dan berpengalaman dari Anda, jangan harap Anda bisa membawa masyarakat ke arah kemajuan dan kesejahteraan, keculai saya!.” Tanpa ada peningkatan kemampuan dan kapabilitas pribadinya, sang pemimpin akan tergerus oleh kegagalan seiring dengan berlalunya waktu dan kesempatan  yang diberikan kepadanya oleh masyarakat.Oleh sebab itu, sang pemimpin dituntut untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan serta kapabilitasnya agar menjadi lebih profesional.
 Kenapa sikap profesionalitas ini penting? Karena negara, masyarakat dan bangsa akan terus berkem­bang dengan tantangan-tantangan yang semakin kompleks. Tanpa dibarengi dengan peningkatan kemampuan seorang pemimpin hanya akan memberikan kekecewaan kepada masyarakat yang telah memberinya amanah. Dengan kata lain pemimpin  yang mengesampingkan profesionalitas tidak akan dapat membuat masyarakatnya menjadi maju dan sejahtera.
 Sekali lagi, pilih pemimpin berdasarkan profesionalitas bukan senioritas!

B. Menjadi Seorang Profesional
Menjadi seorang professional bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapainya, diperlukan usaha yang keras, karena ukuran profesionalitas seseorang akan dilihat dari dua sisi. Yakni teknis keterampilan atau keahlian yang dimilikinya, serta hal-hal yang berhubungan dengan sifat, watak, dan kepribadiannya.
Paling tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin menjadi seorang  seorang pemimpin yang professional, yaitu sebagai beriut:
1. Menguasai pekerjaan
Seseorang layak disebut professional apabila ia tahu betul apa yang harus ia kerjakan. Pengetahuan terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang professional tidak hanya pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Ia memakai ukuran-ukuran yang jelas, apakah yang dikerjakannya itu berhasil atau tidak. Untuk menilai apakah seseorang menguasai pekerjaannya, dapat dilihat dari tiga hal yang pokok, yaitu bagaimana ia bekerja, bagaimana ia mengatasi persoalan, dan bagaimana ia akan menguasai hasil kerjanya.
Seseorang yang menguasai pekerjaan akan tahu betul seluk beluk dan liku-liku pekerjaannya. Artinya, apa yang dikerjakannya tidak cuma setengah-setengah, tapi ia memang benar-benar mengerti apa yang ia kerjakan. Dengan begitu, maka seorang profesional akan menjadikan dirinya sebagai problem solver (pemecah persoalan), bukannya jadi trouble maker (pencipta masalah) bagi pekerjaannya.
2. Mempunyai loyalitas
Loyalitas bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam melakukan pekerjaannya, ia bersikap total. Artinya, apapun yang ia kerjakan didasari oleh rasa cinta. Seorang professional memiliki suatu prinsip hidup bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu beban, tapi merupakan panggilan hidup. Maka, tak berlebihan bila mereka bekerja sungguh-sungguh.
Loyalitas bagi seorang profesional akan memberikan daya dan kekuatan untuk berkembang dan selalu mencari hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya. Bagi seorang profesional, loyalitas ini akan menggerakkan dirinya untuk dapat melakukan apa saja tanpa menunggu perintah. Dengan adanya loyalitas seorang professional akan selalu berpikir proaktif, yaitu selalu melakukan usaha-usaha antisipasi agar hal-hal yang fatal tidak terjadi.
3. Mempunyai integritas
Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip dasar bagi seorang profesional. Karena dengan integritas yang tingi, seorang profesional akan mampu membentuk kehidupan moral yang baik. Maka, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tak cukup hanya cerdas dan pintar, tapi juga sisi mental. Segi mental seorang professional ini juga akan sekaligus menentukan kualitas hidupnya. Alangkah lucunya bila seseorang mengaku sebagai profesional, tapi dalam kenyataanya ia seorang koruptor atau manipulator ?
Integritas yang dipunyai oleh seorang professional akan membawa kepada penyadaran diri bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani harus tetap menjadi dasar dan arah untuk mewujudkan tujuannya. Karena tanpa mempunyai integritas yang tinggi, maka seorang professional hanya akan terombang-ambingkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang setiap saat bisa terjadi. Di sinilah intregitas seorang professional diuji, yaitu sejauh mana ia tetap mempunyai prinsip untuk dapat bertahan dalam situasi yang tidak menentu.
4. Mampu bekerja keras
Seorang profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dan kelemahan. Maka, dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, seorang professional tidak dapat begitu saja mengandalkan kekuatannya sendiri. Sehebat-hebatnya seorang profesional, pasti tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengembangkan hidupnya. Di sinilah seorang professional harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Dalam hal ini, tak benar bila jalinan kerja sama hanya ditujukan untuk orang-orang tertentu. Seorang profesional tidak akan pernah memilih-milih dengan siapa ia akan bekerja sama.
Seorang profesional akan membuka dirinya lebar-lebar untuk mau menerima siapa saja yang ingin bekerja sama. Maka tak mengherankan bila disebut bahwa seorang profesional siap memberikan dirinya bagi siapa pun tanpa pandang bulu. Untuk dapat mewujudkan hal ini, maka dalam diri seorang profesional harus ada kemauan menganggap sama setiap orang yang ditemuinya, baik di lingkungan pekerjaan, sosial, maupun lingkungan yang lebih luas.
Seorang profesional tidak akan merasa canggung atau turun harga diri bila ia harus bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin secara status lebih rendah darinya. Seorang profesional akan bangga bila setiap orang yang mengenalnya, baik langsung maupun tidak langsung, memberikan pengakuan bahwa ia memang seorang profesional. Hal ini bisa dicapai apabila ia mampu mengembangkan dan meluaskan hubungan kerja sama dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun.
5. Mempunyai Visi
Seorang profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan masa depan. Karena dengan adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki dasar dan landasan yang kuat untuk mengarahkan pikiran, sikap, dan perilakunya. Dengan mempunyai visi yang jelas, maka seorang profesional akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar, karena apa yang dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga ia sudah mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya.
Tanpa adanya visi yang jelas, seorang profesional bagaikan “macan ompong”, dimana secara fisik ia kelihatan tegar, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk melakukan sesuatu, karena tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Dengan adanya visi yang jelas, seorang profesional akan dengan mudah memfokuskan terhadap apa yang ia pikirkan, lakukan, dan ia kerjakan.
Visi yang jelas juga memacunya menghasilkan prestasi yang maksimal, sekaligus ukuran yang jelas mengenai keberhasilan dan kegagalan yang ia capai. Jika gagal, ia tidak akan mencari kambing hitam, tapi secara dewasa mengambil alih sebagai tanggung jawab pribadi dan profesinya.
6. Mempunyai kebanggaan
Seorang profesional harus mempunyai kebanggaan terhadap profesinya. Apapun profesi atau jabatannya, seorang profesional harus mempunyai penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap profesi tersebut. Karena dengan rasa bangga tersebut, ia akan mempunyai rasa cinta terhadap profesinya.
Dengan rasa cintanya, ia akan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap apa yang dilakukannya. Komitmen yang didasari oleh munculnya rasa bangga terhadap profesi dan jabatannya akan menggerakkan seorang profesional untuk mencari dan hal-hal yang lebih baik, dan senantiasa memberikan kontribusi yang besar terhadap apa yang ia lakukan.
7. Mempunyai komitmen
Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga profesionalismenya. Artinya, seorang profesional tidak akan begitu mudah tergoda oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Dengan komitmen yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai profesionalisme yang ia yakini kebenarannya.
Seseorang tidak akan mengorbankan idealismenya sebagai seorang profesional hanya disebabkan oleh hasutan harta, pangkat dan jabatan. Bahkan bisa jadi, bagi seorang profesional, lebih baik mengorbankan harta, jabatan, pangkat asalkan nilai-nilai yang ada dalam profesinya tidak hilang.
Memang, untuk membentuk komitmen yang tinggi ini dibutuhkan konsistensi dalam mempertahankan nilai-nilai profesionalisme. Tanpa adanya konsistensi atau keajekan, seseorang sulit menjadikan dirinya sebagai profesional, karena hanya akan dimainkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi.
8. Mempunyai Motivasi
Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang professional tetap harus bersemangat dalam melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Artinya, seburuk apa pun kondisi dan situasinya, ia harus mampu memotivasi dirinya sendiri untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang maksimal.
Dapat dikatakan bahwa seorang professional harus mampu menjadi motivator bagi dirinya sendiri. Dengan menjadi motivator  bagi dirinya sendiri, seorang professional dapat membangkitkan kelesuan-kelesuan yang disebabkan oleh situasi dan kondisi yang ia hadapi. Ia mengerti, kapan dan di saat-saat seperti apa ia harus memberikan motivasi untuk dirinya sendiri.
Dengan memiliki motivasi tersebut, seorang professional akan tangguh dan mantap dalam menghadapi segala kesulitan yang dihadapinya. Ia tidak mudah menyerah kalah dan selalu akan menghadapi setiap persoalan dengan optimis. Motivasi membantu seorang professional mempunyai harapan terhadap setiap waktu yang ia lalui, sehingga dalam dirinya tidak ada ketakutan dan keraguan untuk melangkahkan kakinya.
Akhirnya saya berdo’a kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa agar saya dapat menjadi pemimpin yang Profesional sehingga saya bersama seluruh komponen masyarakat dapat merealisasikan cita-cita  untuk menjadikan masyarakat Lombok Barat yang maju dan sejahtera lahir dan batin dalam ridho Allah SWT, Amiin ya Rabbal 'Alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar